Selasa, 24 Januari 2012

DIMANA HATIMU

Tarian KU

JAMBI


Suku Anak Dalam

JAMBI - Adat Istiadat - Budaya Jambi

Suku Anak Dalam
Bagi anda yang tertarik mempelajari kehidupan suku asli Jambi, anda dapat menjelajahi Taman Nasional Bukit Dua Belas. Suku Anak Dalam, sering juga disebut Orang Rimba adalah salah satu suku asli Jambi yang hidup berpindah-pindah diwilayah hutan rimbun. Tinggal dihutan secara berkelompok dan menyebar dibeberapa kabupaten; Batanghari, Tebo, Bungo, Sarolangun dan Merangin. Mereka tinggal dalam pondok kayu berbentuk panggung dengan atap jerami atau sejenisnya dengan konstruksi bangunan sistem ikat dari bahan rotan.Sangat menarik untuk mempelajari adat istiadat, norma dan aturan suku ini dimana mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang dimana peranan Temenggung, sebagai pimpinan tertinggi, sangat penting.Kita juga dapat melihat secara dekat bagaimana mereka hidup harmonis dengan alam.
Suku Anak Dalam percaya akan dewa-dewa roh halus yang menguasai hidup, walaupun sebagian dari mereka sudah ada yang mengenal Islam. Mereka juga memiliki pengetahuan obat-obatan yang sangat menakjubkan. Mereka mampu membedakan tumbuhan beracun dan tidak beracun termasuk mengolahnya.
Mereka hidup dengan memanfaatkan hasil hutan, berburu dan menangkap ikan. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan akibat adanya akulturasi budaya dengan masyarakat luar, sebagian dari mereka telah mengenal pengetahuan berkebun dan pertanian.

- Adat Istiadat - Budaya Jambi

HUKUM ADAT JAMBI


Seloko adat Jambi menyebutkan “Adat Selingkung Negeri, Undang Selingkung Alam” artinya dalam kehidupan masyarakat Jambi tentunya berada dalam kerangka atau koridor hukum adat (Adat Selingkung Negeri) dan hukum positif (Undang Selingkung Alam).
Masyarakat adat Jambi mengakui adanya tingkatan hukum yang lebih tinggi yang berlaku disamping hukum adat. Dari seloko
tersebut tersirat, bahwa segala permasalahan yang ada terlebih dahulu diselesaikan secara adat, dan jika tidak bisa
diselesaikan secara adat baru mengacu kepada hukum yang lebih tinggi (Undang Selingkung Alam). Masyarakat Jambi adalah masyarakat yang relijius, sehingga hukum adat Jambi senantiasa berpedoman pada ketentuan agama yang tergambar dalam seloko “Adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan Kitabullah”.

Hukum adat Jambi mempunyai tingkatan-tingkatan dalam pengambilan keputusan, Seloko adat Jambi menyebutkan “Bejenjang naik betanggo turun, turun dari takak nan diatas, naik dari takak nan di bawah” dan dalam mengambil keputusan pun tidak sembarangan harus mengacu kepada kata mufakat karena adat Jambi adalah “Adat nan Berlembago” Pepatah adat mengatakan “Bulat aek dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”. Dalam mufakat ada ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan sampai menemukan kata putus menurut adat, ketentuan tersebut salah satunya dengan melihat akar dari suatu permasalahan, Seloko adat Jambi

menyebutkan “Dak ado asap kalo dak ado api, Kalo aek keruh dimuaro cubo tengok ke hulu”. Dalam adat Jambi juga dikenal

istilah azas pembuktian “ Jiko tepijak benang arang hitam tapak, jiko tersuruk di gunung kapur putih tengkuk” sehingga dalam

pembuktian ini bisa dibuktikan yang salah tetap salah dan yang benar tetap benar “yang melintang patah, yang membujur lalu”.

RUMAH ADAT

Arsitektur Tradision

Rumah Tuo Jambi

al Jambi

Rumah Tuo Jambi


Jambi agak unik dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Jika banyak rumah adat daerah lain mulai menghilang seiring dengan kemajuan zaman, masyarakat Jambi justru tengah menikmati eforia membangun rumah-rumah berarsitektur adat.

Sebenarnya, kegairahan ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an, tatkala Pemerintah Provinsi Jambi menetapkan konsep arsitektur rumah yang menjadi ciri khas Jambi. Gambaran jelas tentang wujud rumah adat tersebut dapat kita temukan saat bertandang ke kompleks Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura, Kota Jambi.
Tepat pada sisi kanan bangunan kantor kita akan temukan rumah adat bertiang, berwarna hitam, lengkap dengan tanduk kambing bersilang ke dalam pada ujung atapnya. Bangunan dengan arsitektur ini merupakan hasil sayembara yang dimenangi salah seorang arsitek, yang juga pejabat daerah setempat.

Dalam penelusuran di sebuah permukiman tertua di Jambi belum lama ini, diperoleh data bahwa dari sinilah sesungguhnya
identitas Jambi melalui rumah adatnya terkuak. Permukiman ini berlokasi di Dusun Kampung Baru, Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi.
Masih terdapat 60-an rumah adat berusia sekitar 600 tahun di sana. Permukiman tertua itu dikelilingi ratusan rumah adat
sejenis, tetapi usia rumah- rumah tersebut sudah jauh lebih muda. Sangat mengagumkan, betapa masyarakat setempat masih sangat menghargai warisan adat leluhurnya.

Rumah Jambi identik dengan adat Melayu Kuno. Di dalam rumah tergambar tentang hubungan manusia dalam sebuah keluarga inti, keluarga besar, dan masyarakat. Ada penghormatan terhadap nini mamak, jaminan perlindungan bagi anak-anak, hidup berkecukupan dalam keluarga, dan keharmonisan sosial dalam masyarakat. Di sini, etika hidup pun sangat dijunjung.Rumah tertua di sana disebut Rumah Tuo milik Umar Amra (67), keturunan ke-13 dari Undup Pinang Masak. Ia adalah salah seorang bangsawan Melayu Kuno yang eksodus dari Desa Kuto Rayo, Tabir. Rumah bertiang ini masih kokoh meski tiang-tiang dan kerangkanya dari kayu kulim, yang sangat keras dagingnya itu, sudah berusia 600 tahun.Menurut pemiliknya, rumah ini dulunya dibangun atas hasil kesepakatan dan gotong royong dari semua anggota keluarga besar.

"Ada 19 keluarga pelarian dari Kuto Rayo yang bersama- sama membangun rumah ini. Setelah jadi satu rumah, mereka
bersama-sama membangun rumah keluarga yang lain. Begitu seterusnya sampai tuntas dibangun 19 rumah," paparnya.
Kesepakatan para leluhur menetapkan 20 tiang dipancang untuk menegakkan sebuah rumah. Atapnya semula dari daun rumbia, namun kini telah berganti seng. Kolong rumah jadi gudang penyimpanan kayu bakar untuk memasak dan tempat ternak.Rumah tuo melebar tampak dari muka, dengan tiga jendela besar yang selalu dibuka pemiliknya hingga sore. Begitu cermatnya nenek moyang mereka, sampai-sampai etika diatur melalui penataan jendela.
Etika bertamu diatur oleh hukum adat. Tamu yang bertandang akan masuk ke rumah lewat tangga di sebelah kanan. Untuk tamu yang masih bujang, panggilan anak laki-laki belum menikah yang hendak bertamu, hanya boleh duduk sampai batas jendela paling kanan. Artinya, ia hanya boleh duduk paling dekat pintu masuk dan tidak boleh lebih ke dalam lagi.
Sedangkan yang dapat duduk sedikit lebih dalam, setidaknya sampai ke batas jendela kedua, adalah bujang dari keluarga besar alias punya ikatan keluarga dengan pemilik rumah. Yang dapat masuk ke rumah hingga ke bagian dalamnya adalah kaum pria yang telah menikah dan kaum perempuan.
Bilik melintang pada sisi dalam yang paling kiri adalah wilayah khusus bagi tetua kampung atau tamu kehormatan. Panjang
bilik sekitar empat meter. Pada acara-acara rembuk warga, mereka yang duduk dalam bilik melintang akan dapat melihat seluruh tamu, atau tamu-tamu yang baru akan masuk rumah melalui tangga.

Satu bilik

Rumah adat Jambi hanya memiliki satu bilik sebagai ruang tidur. Ini dimaksudkan ada kebersamaan, termasuk saat beristirahat, juga dalam satu ruang. Namun, sebagian besar masyarakat di sana lebih memilih tidur bersama di ruang tamu karena tempatnya lebih luas.
Rumah tuo dibangun tidak hanya sebagai tempat hunian, tetapi juga sebagai jaminan akan keberlangsungan hidup keluarga dan keturunannya. Terdapat lumbung-lumbung padi pada bagian belakang rumah. Satu keluarga bisa memiliki dua hingga tiga lumbung yang menyimpan berton-ton gabah hasil panen, dan tahan selama puluhan tahun. Selama itu masyarakat setempat tak pernah kekurangan pangan.
Sejumlah peralatan tradisional juga masih ditemukan di sana. Ada ambung terbuat dari anyaman rotan, dipakai untuk mengangkut hasil tanaman, selalu dipanggul di belakang punggung. Makanan dinikmati bersama dari tapan, bakul nasi yang juga dari hasil anyaman. Sedangkan peralatan dari kayu-kayuan adalah lesung, dan wadah penerangan yang biasa mereka sebut lampu Aladin.
Menurut Rio Kasim, pemangku adat setempat, rumah-rumah tersebut dibangun oleh para eksodan warga Melayu Kuno yang sebelumnya menempati kampung lain di kecamatan yang sama. Tujuannya mencari tempat aman.
Permukiman ini kemudian semakin berkembang. Namun, dalam perkembangannya, masyarakat tetap menjaga kelestarian rumah adat.
Warga yang hendak membangun rumah baru juga mengacu kepada arsitektur adat setempat. Hanya saja kayu yang digunakan tidak lagi kayu kulim karena sudah semakin langka.
Meski terkesan tidak jauh berbeda dari arsitektur rumah adat Minang, ciri khas rumah adat Jambi dapat ditemukan pada sudut atapnya yang dipasang tanduk kambing, yaitu kayu bersilang menghadap ke dalam. Tanda ini menandakan rumah tersebut memiliki nini mamak sebagai pengayom.
Umar Amra mengungkapkan, tak ada keinginan dari dirinya untuk mengubah wujud rumah, kecuali mengganti atapnya menjadi seng, sekadar alasan kepraktisan. "Kalau atap dari rumbia harus diganti terus tiap dua atau tiga tahun sekali. Seng lebih awet," tuturnya.

Ia mengaku bangga dengan rumah yang dimilikinya. Rumah yang masih kokoh ditempati bersama istri dan anak-anaknya tersebut kini sering menjadi tempat studi kalangan mahasiswa, peneliti, atau pejabat daerah yang ingin mengenal lebih jauh tentang rumah adat Jambi.

Setiap kali memasuki permukiman rumah tua itu, kita seakan kembali ke masa lalu. Keklasikan rumah-rumah yang saling

berderet, lengkap dengan cara hidup dan tradisi masyarakatnya, sungguh memberi kesempurnaan akan gambaran adat Jambi.

Cik Umpan

Permainan ini terdapat di desa Rantau Pandan, Kabupaten Bungo. Cuma memerlukan sebuah batu kerikil sebesar ibu jari dengan jumlah pemain antara 8 sampai 20 orang. Selain sebagai hiburan, permainan ini juga memeuat nilai-nilai kejujuran, ketangkasan, kepemimpinan dan sporifitas. Tidak diperlukan lapangan khusus, biasanya dihalaman rumah yang relatif datar dan luas. Permaina berakhir jika sudah mendekati waktu magrib.
Pada tahap pertama, pemimpin memeperlihatkan batu kerikil kepada seluruh peserta. Peserta berbaris berbanjar dengan kedua tangan diletakkan dibelakang dan salah satu telapak tangan terbuka keatas. Sambil berjalan dibelakang, pemimpin bernyanyi “Cik cik umpan anak selang kebiduk dari, barang siapo mendapat umpan itu harus petik lari” dan kemudian memberikan batu kepada salah satu peserta. Bagi peserta yang merasa tangannya berisi batu, dia harus berlari kedepan begitu pemimpin selesai bernyanyi. Peserta lain bersiap akan menendang peserta tersebut. Begitulah seterusnya sampai pesrta tinggal satu orang. Peserta ini akan menjadi lawan main pemimpin. Mereka berunding dengan berbisik untuk memilih suatu benda khayalan seperti kambing atau sepeda motor. Kemudian mereka berdiri ditengah berhadapan dan berpegangan tangan kanan dengan kanan, tangan kiri dengan kiri.
Pada tahap kedua peserta bergandengan tangan dipinggir lapangan

Kesenian Tari

JAMBI - Kesenian Tari

Tari Selaras Pinang Masak adalah sejenis tari melayu yang lebih mirip perpaduan antara silat, aerobic dan kungfu. Nama Tari ini di ambil nama legendaris Puteri Selaras Pinang Masak, yang konon memerintah Jambi pada zaman dahulu kala. Pada video ini tari tersebut ditampilkan dalam Lomba Tari Pergaulan Indonesia, Jakarta, December 2008 oleh Sanggar Delima.

Suku yang ada di Jambi :

Batin, Kerinci, Penghulu, Pedah, Melayu, Jambi, Kubu, dan Bajau

PAKAIAN

PAKAIAN ADAT JAMBIhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxHJ8vZikZ4kEKE71q5U7ugg5tL8BChMJ_7aizqAvvfTnXtX-uGv3Nt5xVwYM6NJeNZ4LCJAOQDeXWLZnWonwdPMBo4LGXgXvE-SylkPN-tB9Bxsf-fIxlfYoBaFK6-2vtD7OSjEKwj-s/s320/Jambi.gif PA

Tari Tradisional :

1. Tari Sekapur Sirih

2. Tari Selampir Delapan

Lagu Daerah : Lagu Batanghari berasal dari daerah provinsi Jambi

Provinsi Jambi.
> Tari Tradisional : Tari Sekapur Sirih, Tari Selampit Delapan
> Rumah Adat : Rumah Panjang
> Senjata Tradisonal : Keris

BENGKULU

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Bengkulu/pakaian%20adat%20bengkulu.jpg

Bengkulu (dulu dikenal sebagai Bencoolen, Benkoelen, atau Bengkulen, beberapa menyebutnya Bangkahulu) adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Sumatra Barat, di sebelah timur dengan Jambi dan Sumatra Selatan sedangkan di sebelah selatan dengan Lampung.

Kesenian Tari Bengkulu

LAgu daerah provinsi Bengkulu

Lagu Lalan Belek.

Tari-tarian Daerah Bengkulu

Tari Andun, dari Bengkulu Selatan ini merupakan sebuah tarian guna menyambut para tamu yang dihormati.

Tari Andun Bengkulu 300x180 Macam Macam Tarian Tradisional Indonesia

Tari Andun

Tari Bidadari Teminang Anak, tarian ini dapat pula diartikan bidadari meminang anak. Tarian adat ini berasal dari Rejang Lebong.

Top of Form

1

Tari Ganau

2

Tari Sukatan Matau

3

Tari Bidadei Teminang

4

Tari Andun

Bottom of Form

Senjata Tradisional : Badik Tumbuk Lada

Senjata Tradisonal : Keris


> Rumah Adat : Rumah Rakyat
>

Adat Istiadat Bengkulu
Adat dan istiadat yang cukup akrab dengan masyarakat Bengkulu, diantaranya: Kain Bersurek, merupakan kain bertuliskan huruf Arab gundul. Kepercayaan masyarakat di Provinsi Bengkulu umumnya atau sebesar 95% lebih menganut agama Islam. Upacara adat juga banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu seperti, sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara mencukur rambut anak yang baru lahir. Salah satu upacara tradisional adalah upacara “TABOT” yaitu suatu perayaan tradisional yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharram setiap tahunnya, untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yalid dari kaum Syiah, dalam peperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan TABOT tersebut dilaksanakan berbagai pameran serta lomba ikan – ikan, telong – telong, serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok – kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu, sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisatawan tahunan.

Falsafah hidup masyarakat setempat, “Sekundang setungguan Seio Sekato”. Bagi masyarakat Bengkulu pembuatan kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama yang sering kita dengar dengan bahasa pantun yaitu: ”Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat Samo Dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing”, artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan bersama akan terasa ringan juga. Selain itu, ada pula ”Bulek Air Kek Pembukuh, Bulek Kata Rek Sepakat”, artinya bersatu air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan musyawarah.

SUMATERA SELATAN

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/sumsel.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/translate.png

Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera. Provinsi ini beribukota di Palembang. Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi di utara, Provinsi Kep. Bangka-Belitung di timur, Provinsi Lampung di selatan, dan Provinsi Bengkulu di barat. Provinsi ini kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Selain itu ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, telah terkenal sejak dahulu karena sempat menjadi ibu kota dari Kerajaan Sriwijaya.

Di samping itu, provinsi ini banyak memiliki tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi seperti Sungai Musi, Jembatan Ampera, Pulau Kemaro, Danau Ranau, Kota Pagaralam, dll. Karena sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan, secara tidak langsung ikut mempengaruhi kebudayaan masyarakatnya. Makanan khas dari provinsi ini sangat beragam seperti pempek, model, tekwan, pindang patin, pindang tulang, sambal jokjok, berengkes, dan tempoyak.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/rmh%20adat%20sumsel.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/tari%20kipas%20linggau.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SulawesiSelatan/adat%20perkawinan%20palembang.jpg

KAIN SONGKET PALEMBANG

UKIRAN KAYU PALEMBANG

RUMAH ADAT :

Rumah Bari Palembang (Rumah Adat Limas)

SUMATERA SELATAN - Arsitektur Tradisional Sumatera Selatan

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/rmh%20adat%20sumsel-limas.jpg

Rumah Bari Palembang (Rumah Adat Limas)

Rumah Bari Palembang (Rumah Adat Limas) merupakan Rumah panggung kayu. Bari dalam bahasa Palembang berarti lama atau kuno. Dari segi arsitektur, rumah-rumah kayu itu disebut rumah limas karena bentuk atapnya yang berupa limasan. Sumatera Selatan adalah salah satu daerah yang memiliki ciri khas rumah limas sebagai rumah tinggal. Alam Sumatera Selatan yang lekat dengan perairan tawar, baik itu rawa maupun sungai, membuat masyarakatnya membangun rumah panggung. Di tepian Sungai Musi masih ada rumah limas yang pintu masuknya menghadap ke sungai.

Rumah panggung secara fungsional memenuhi syarat mengatasi kondisi rawa dan sungai seperti di Palembang, yang sempat dijuluki Venesia dari Timur karena ratusan anak sungai yang mengelilingi wilayah daratannya. Batanghari sembilan adalah sebutan untuk Sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Musi. Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Enim, Sungai Hitam, Sungai Rambang, Sungai Lubay.Namun, seiring berjalannya waktu, lingkungan perairan sungai dan rawa justru semakin menyempit. Rumah- rumah limas yang tadinya berdiri bebas di tengah rawa atau di atas sungai akhirnya dikepung perkampungan.

Ada dua jenis rumah limas di Sumatera Selatan, yaitu rumah limas yang dibangun dengan ketinggian lantai yang berbeda dan yang sejajar. Rumah limas yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu.

Bangunan rumah limas biasanya memanjang ke belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan panjang mencapai 100 meter. Rumah limas yang besar melambangkan status sosial pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.

Bangunan rumah limas memakai bahan kayu unglen atau merbau yang tahan air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang disusun tegak. Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua undak-undakan kayu dari sebelah kiri dan kanan.

Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. Makna filosofis di balik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya anak perempuan tidak keluar dari rumah.

Memasuki bagian dalam rumah, pintu masuk ke rumah limas adalah bagian yang unik. Pintu kayu tersebut jika dibuka lebar akan menempel ke langit- langit teras. Untuk menopangnya, digunakan kunci dan pegas.

Bagian dalam ruangan tamu, yang disebut kekijing, berupa pelataran yang luas. Ruangan ini menjadi pusat kegiatan berkumpul jika ada perhelatan. Ruang tamu sekaligus menjadi "ruang pamer" untuk menunjukkan kemakmuran pemilik rumah. Bagian dinding ruangan dihiasi dengan ukiran bermotif flora yang dicat dengan warna keemasan. Tak jarang, pemilik menggunakan timah dan emas di bagian ukiran dan lampu- lampu gantung antik sebagai aksesori.

Bagi pemilik rumah yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut.

Salah satu rumah limas yang menghormati perbedaan adat itu adalah rumah limas milik keluarga almarhum Bayumi Wahab. Lantai rumah itu dibuat menjadi tiga tingkat sesuai dengan urutan keturunan masyarakat Palembang, yaitu raden, masagus, dan kiagus. Rumah yang berada di Jalan Mayor Ruslan ini awalnya berdiri di daerah Tanjung Sejaro, Ogan Komering Ilir. Rumah ini dipindahkan ke Palembang tahun 1962, tetapi rumah tersebut tidak lagi dipakai sebagai hunian sehari-hari.

Rumah limas sebenarnya dapat menjadi hunian yang nyaman. Dengan sedikit sentuhan, rumah panggung dari kayu ini dapat menjadi tempat tinggal yang hangat. Contohnya adalah rumah limas milik keluarga Muhammad Akib Nasution di Jalan Bank Raya, Palembang.

Rumah tersebut aslinya memiliki panjang 65 meter dan lebar 25 meter, tetapi karena tanah Akib di Palembang terbatas, rumah kayu itu pun terpaksa dipotong. Panjangnya tinggal 25 meter dan lebar sekitar 8 meter.

Akib, mantan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Sumsel, itu melakukan beberapa perubahan terhadap rumah limas tersebut. Bagian tangganya diganti dengan tangga melingkar dari batu. Pintu masuknya diganti dengan daun pintu yang membuka ke arah dalam.

Bagian ruang tamunya lebih sempit karena ruang yang tersisa disekat menjadi empat kamar tidur. Meskipun tidak terlalu luas, ruangan tamu ini tetap menjadi ruangan yang termewah.

Ruang berukuran delapan kali tiga meter tersebut diberi pembatas berupa panel ukiran motif bunga matahari, pakis, dan sulur-suluran. Ketika rumah itu baru dipindah ke Palembang dan disusun kembali, Akib sengaja memesan panel ukiran baru kepada seorang perajin untuk menggantikan ukir-ukiran lama yang sudah rusak.sekarang sudah sulit mencari perajin yang bisa mengukir sehalus dan serapi ini.

Warna cat yang kuning keemasan tetap dipertahankan sebagai ciri khas Palembang. Selain ukiran kayu, lemari hias berukir sepanjang dinding menjadi penegas dari ruangan tamu.

Ruangan tidur utama memiliki kamar mandi pribadi, lengkap dengan bath tub dan shower. Akib tetap mempertahankan ciri khas pintu kamar yang dibuat lebih tinggi dari lantai. Kebetulan ia dan istrinya gemar berburu barang antik sehingga ranjang buatan Belanda pun dipajang di tempat peraduan.

Karena ruangan yang terbatas, dapur bersih dan dapur kotor dibangun menyatu di bagian paling belakang rumah tersebut.
Namun, sayangnya keluarga Akib hanya menempati rumah tersebut selama dua tahun.

Begitulah, rumah limas yang tidak sekadar indah, tetapi juga mempunyai banyak filosofi di dalamnya, pelan-pelan tertinggal oleh kemajuan zaman

Kesenian Tari Sumatera Selatan

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/tari%20kipas%20linggau.jpg

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

Tarian Pagar Pengantin Palembang

5561

2

Tari Kipas Linggau

4916

3

Tari Kelindan Sumbay

3159

4

Tari Putri Bekhusek

9059

5

Tari Tanggai

3668

Bottom of Form

Tarian Pagar Pengantin Palembang

SUMATERA SELATAN - Kesenian Tari Sumatera Selatan

Tarian Pagar Pengantin Palembang
Tarian yang dilakukan oleh pengantin wanita ini dan di iringi oleh 3 orang pengantin lainnya menggambarkan tarian terakhir dari pengantin wanita untuk melepaskan masa lajang

Tari Kipas Linggau

SUMATERA SELATAN - Kesenian Tari Sumatera Selatan

Tari Kipas Linggau berasal dari Linggau, Sumatera Selatan. Ia dikoreografikan oleh Tuty (Nuansa Seni Indonesia). Versi ini dipentaskan di pusat perbelanjaan Oranjerie di Apeldoorn pada tanggal 1 November

2008.

Adat Istiadat - Budaya

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SulawesiSelatan/adat%20perkawinan%20palembang.jpg

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

Adat perkawinan Palembang

8283

2

Sunatan Secara Adat Palembang

3416

3

Adat dan Budaya Palembang (Pemberian Gelar Datuk)

5230

Bottom of Form

Adat perkawinan Palembang

SUMATERA SELATAN - Adat Istiadat - Budaya

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SulawesiSelatan/adat%20perkawinan%20palembang.jpg http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/adat%20perkawinan%20palembang2.jpg http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/adat%20perkawinan%20palembang3.jpg http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/adat%20perkawinan%20palembang4.jpg

Adat perkawinan Palembang

Adat perkawinan Palembang adalah suatu pranata yang dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan Palembang.
Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan
serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet.

Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri.
Untuk memperkaya pemahaman dan persiapan pernikahan, berikut ini uraian tata cara dan pranata yang berkaitan dengan perkawinan Palembang.

Milih Calon

Calon dapat diajukan oleh si anak yang akan dikawinkan, dapat juga diajukan oleh orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka mereka akan menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan, anak siapa dan keturunan dari keluarga siapa.

Madik

Madik Berasal dari kata bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat atau pendekatan. Madik adalah suatu proses
penyelidikan atas seorang gadis yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga pria.Tujuannya untuk perkenalan,
mengetahui asal usul serta silsilahkeluarga masing-masing serta melihat apakah gadis tersebut belum ada yang meminang.

Menyengguk

Menyengguk atau sengguk berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya memasang "pagar" agar gadis yang dituju
tidak diganggu oleh sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain). Menyengguk dilakukan apabila prosesMadikberhasil dengan baik, untuk menunjukkan keseriusan, keluarga besar pria mengirimkan utusan resmi kepada keluarga si gadis.Utusan tersebut membawa tenong atau sangkek terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat atau segi empat berbungkus kain batik bersulam emas berisi makanan, dapat juga berupa telor, terigu, mentega, dan sebagainya sesuai keadaan keluarga si gadis.

Ngebet


Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali keluarga dari pihak pria berkunjung dengan membawa
tenong sebanyak 3 buah, masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini sebagai tanda bahwa kedua belah pihak keluarga telah "nemuke kato" serta sepakat bahwa gadis telah 'diikat' oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan, utusan pria memberikan bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana, ataupun benda berharga berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.

Berasan

Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi
satu keluarga besar. Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara "mutuske kato". Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga, baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin, Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang akan dilaksanakan, apakah adat Berangkat Tigo Turun, adat Berangkat duo Penyeneng, adat Berangkat Adat
Mudo, adat Tebas, ataukah adat Buntel Kadut, dimana masing-masing memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.

Mutuske Kato

Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam hal yang berkaitan dengan:"hari ngantarke belanjo" hari pernikahan, saat Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap atau Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama. Saat 'mutuske kato' rombongan keluarga pria mendatangi kediaman pihak wanita dimana pada saat itu pihak pria membawa 7 tenong yang antara lain berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang dan buah-buahan. Selain membuat keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan (menyerahkan) persyaratan adat yang telah disepakati saat acara berasan. sebagai contohnya, bila sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng,
maka pihak pria pada saat mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket cukitan. Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Disusul acara sujud calon pengantin wanita pada calon mertua, dimana calon mertua memberikan emas pada calon mempelai wanita sebagai tanda kasihnya. Menjelang pulang 7 tenong pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan isian jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.

Nganterke Belanjo

Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara
Munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja.
Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon mempelai pria ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula'enjukan' atau permintaan yang telah ditetapkan saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut masyarakat Palembang 'adat ngelamar' dari pihak pria (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak wanita berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang dilentakan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar selendang songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang'timbang pengantin' 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta,
serta kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda.

Persiapan Menjelang Akad Nikah

Ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan terhadap calon pengantin wanita yang biasanya dipercaya
berkhasiat untuk kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Betangas adalah mandi uap, kemudian Bebedak setelah
betangas, dan berpacar (berinai) yang diberikan pada seluruh kuku kaki dan tangan dan juga telapak tangan dan kaki yang disebut pelipit.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/adat%20perkawinan%20palembang4a.jpg http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/SumateraSelatan/adat%20perkawinan%20palembang5.jpg


Upacara Akad Nikah

Menyatukan sepasang kekasih menjadi suami istri untuk memasuki kehidupan berumahtangga. Upacara ini dilakukan dirumah calon pengantin pria, seandainya dilakukan dirumah calon pengantin wanita, maka dikatakan 'kawin numpang'. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan masa, kini upacara akad nikah berlangsung dikediaman mempelai wanita. Sesuai tradisi bila akad nikah sebelum acara Muggah, maka utusan pihak wanita terlebih dahulu ngantarke keris ke kediaman pihak pria.

Ngocek Bawang

Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup,
persiapan bumbu-bumbu masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini dilakukan dua hari sebelum acara munggah.
Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah, dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh
persiapan berat dan perapian segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah besannya, dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada masa ini diutus dua oarang yaitu wanita dan pria.

Munggah

Prosesi ini merupakan puncak rangkaian acara perkawinan adat Palembang. Hari munggah biasanya ditetapkan
hari libur diantara sesudah hari raya Idul Fitri & Idul Adha. Pada pagi hari sebelum acara, dari pihak mempelai wanita datang ke pihak laki-laki (ngulemi) dengan mengutus satu pasang lelaki & wanita.
Selain melibatkan banyak pihak keluarga kedua mempelai, juga dihadiri para tamu undangan. Munggah bermakna
agar kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi dan damai.
Pelaksanaan Munggah dilakukan dirumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai
terlebih dahulu dibentuk formasi dari rombongan pria yang akan menuju kerumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk formasi yang akan berangkat menuju rumah pengatin wanita. Formasi itu adalah :

* Kumpulan (grup) Rudat dan Kuntau
* Pengatin Pria diapit oleh kedua orang tua, dua orang pembawa tombak, seorang pembawa payung pengantin, didampingi juru bicara, pembawa bunga langsih dan pembawa ponjen adat serta pembawa hiasan adat dan gegawan.

Nyanjoi

Nyanjoi dilakukan disaat malam sesudah munggah dan sesudah nyemputi. Biasannya nyanjoi dilakukan dua kali, yaitu malam pertama yang datang nyanjoi rombongan muda-mudi, malam kedua orang tua-tua. Demikian juga pada masa sesudah nyemputi oleh pihak besan lelaki.

Nyemputi

Dua hari sesudah munggah biasannya dilakukan acara nyemputi. Pihak pengantin lelaki datang dengan rombongan
menjemputi pengantin untuk berkunjung ketempat mereka, sedangkan dari pihak wanita sudah siap rombongan
untuk nganter ke pengantin. Pada masa nyemputi penganten ini di rumah pengantin lelaki sudah disiapkanacara
keramaian (perayaan). Perayaan yang dilakukan untuk wanita-wanita pengantin ini baru dilakukan pada tahun 1960-an, sedangkan sebelumnya tidak ada.

Ngater Penganten

Pada masa nganter penganten oleh pihak besan lelaki ini, di rumah besan wanita sudah disiapkan acara mandi
simburan. Mandi simburan ini dilakukan untuk menyambut malam perkenalan antara pengantin lelaki dengan
pengantin wanita. Malam perkenalan ini merupakan selesainya tugas dari tunggu jeru yaitu wanita yang ditugaskan untuk mengatur dan memberikan petunjuk cara melaksanakan acara demi acara disaat pelaksanaan perkawinan. Wanita tunggu jeru ini dapat berfunsi sebagai penanggal atau penjaga keselamatan berlangsungnya seluruh acara perkawinan yang kemungkinan akan ada gangguan dari orang yang tak senang.

Dalam upacara perkawinan adat Palembang, peran kaum wanita sangat domonan, karena hampirseluruh kegiatan
acara demi acara diatur dan dilaksanakan oleh mereka. Pihak lelaki hanya menyiapkan "ponjen uang". Acara yang dilaksanakan oleh pihak lelaki hanya cara perkawinan dan acara beratib yaitu acara syukuran disaat seluruh upacara perkawinan sudah diselesaikan.

Adat dan Budaya Palembang (Pemberian Gelar Datuk)

SUMATERA SELATAN - Adat Istiadat - Budaya

Adat dan Budaya Palembang (Pemberian Gelar Datuk)

Menyoal fenomena adanya rencana Lembaga Adat Sumatera Selatan memberikan gelar Datuk Pengayom Seri Setia Amanah kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka lounching Visit Musi 2008 pada 5 Januari 2008 mendatang yang merupakan kali kedua Lembaga Adat Sumatera Selatan mengatas namakan masyarakat adat Sumatera Selatan memberikan gelar, setelah sebelumnya pada 16 November 2007 lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono X dianugerahi gelar Datuk Pengayoman Seri Wanua oleh Lembaga Adat Sumatera Selatan.Pemberian gelar adat merupakan salah satu bentuk manifestasi masyarakat adat suatu tempat dalam bersopan santun. Dan sudah sewajarnya dalam menerima tamu, kita senantiasa mengindahkan dan menghormati tamu dengan tata cara adat sopan santun yang mencakup tata krama dan adat istiadat setempat yang masih lazim berlaku.

Adat sopan santun menerima tamu tercermin dari cara berpakaian, cara menyapa, cara menerima tamu, dan sebagainya, termasuk seremoni pemberian gelar adat kalau memang dikehendaki. Namun khusus pemberian gelar adat ini, timbul seribu satu pertanyaan, sejauh mana kapasitas dan kapabilitas suatu lembaga adat seperti Lembaga Adat Sumatera Selatan dapat memberikan anugerah gelar adat kepada seseorang. Apakah Lembaga Adat Sumatera Selatan tersebut sudah betul-betul representativ mengeluarkan dan memberikan gelar-gelar adat untuk mengatasnamakan masyarakat adat setempat yang realitasnya sangat beragam dan kaya etnisitas seperti Sumatera Selatan. Sementara pemberian gelar-gelar adat seperti yang telah dilakukan dan akan dilakukan kembali oleh Lembaga Adat Sumatera Selatan disinyalir sangat mengada-ada dan di luar tradisi normal.

Ironisnya referensi penamaan gelar yang diberikan nyaris sama sekali tidak menggambarkan dan tidak mencerminkan identitas sepenuhnya akan nilai-nilai kesatuan adat istiadat yang ada dan masih terpelihara secara baik di Sumatera Selatan. Sehingga terkesan, tindakan dan perlakuan Lembaga Adat Sumatera Selatan yang telah berani memberikan gelar-gelar adat kepada tokoh-tokoh nasional sekaliber Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sultan Hamengkubuwono X dan tidak menutup kemungkinan kepada tokoh-tokoh masyarakat lainnya dikemudian hari, sesungguhnya sudah sangat jauh melampaui fungsi dan peran utamanya sebagai Lembaga Masyarakat Adat Sumatera Selatan. Sekalipun hal tersebut tidak sepenuhnya dapat di persalahkan, namun tetap saja diluar tradisi dan kelaziman, bahkan cenderung terlalu mengada-ada.

Berbeda dengan pemberian gelar-gelar adat oleh institusi tradisional seperti Kesultanan Palembang Darussalam yang sejak dahulu sudah memiliki tradisi bahkan menjadi keharusan untuk simbol dan legitimasi sebuah jabatan sesuai kepangkatannya dan semua pasti memaklumi kalau institusi tradisional seperti Kesultanan Palembang Darussalam yang sudah tercatat dalam historiografi nusantara sebagai salah satu pendiri cikal bakal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga kapabilitas dan kredibilitas institusinya sebagai pusat adat istiadat dan budaya bangsa sudah sangat jelas dan mengakar sepanjang masa. Sehingga tepat apa yang dikatakan Prof.Azyumardi Azra beberapa waktu lalu : Kesultanan adalah satu diantara identitas historis suatu daerah tertentu.

Kalaupun ada pemberian gelar-gelar adat yang sifatnya terbatas dan memang sudah menjadi tradisi masyarakat adat di Sumatera Selatan diluar insitusi budaya Kesultanan Palembang Darussalam adalah pemberian gelar adat kepada mempelai penganten maupun kepada tokoh masyarakat yang dilakukan oleh Pemangku Adat setempat. Seperti yang berlaku dalam masyarakat adat Ogan Komering Ilir ( OKI ), dimana pemberian gelar adat kepada kedua mempelai memang telah diadatkan sejak zaman kerihin oleh suku Kayu Agung yang berbahasa Kayu Agung ( bekas Marga Kayu Agung, bekas Marga Mesuji, ) dan suku Komering (bekas Marga Bengkulah). Begitu juga bagi masyarakat Ogan Komering Ulu ( OKU ), pemberian gelar adat kepada kedua mempelai penganten, telah diadatkan oleh suku Komering, Suku Daya (Buay Rawan / Jalma Daya). Termasuk juga suku Lampung, suku Aji, suku Ranau dan sebagian komunitas suku Jawa dalam masyarakat Belitang di OKU Timur.

Bila mengacu pada penetapan kebijaksanaan pembina adat Sumatera Selatan dalam menggariskan program-program strategis pembinaan adat istiadat di Sumsel setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979, tercermin dalam Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan tangal 2 Nopember 1996 No.675/SK/III/PA/1996 dan tanggal 22 Agustus 1998 No.674/SK/III/1998, yang secara tegas telah menugaskan Lembaga Adat Sumatera Selatan untuk mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan informasi mengenai berbagai adat istiadat masyarakat Sumatera Selatan.

Pengumpulan bahan-bahan informasi itu dilakukan melalui penelitian-penelitian mengenai adat istiadat yang bersumber diantaranya dari kitab Oendang-Oendang Simboer Tjahaya yang notabene adalah mahakarya Ratu Sunuhun istri Raja Palembang VIII Pangeran Sido Ing Kenayan (1639-1650). Dengan kata lain dapat ditegaskan bahwa adat istiadat dan kebudayaan di Sumatera Selatan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan historisitas dan peran integrativ yang sangat besar dari Kesultanan Palembang Darussalam semasa masih sebagai sebuah entitas politik dan kekuasaan. Dan di era kemerdekaan ini, menurut sejarawan nasional dari Universitas Indonesia, DR.Anhar Gonggong, : Å“Peran sebuah Kesultanan di nusantara saat ini adalah sebagai institusi pemelihara adat budaya dan tradisi sekaligus simbol kekayaan khasanah budaya bangsa dan kekuatan sejarah masa silam

Jadi sejujurnya kalau kita mau berjiwa besar, bahwa lembaga atau institusi yang jauh lebih capable memberikan gelar-gelar adat dalam wilayah Sumatera Selatan kepada siapapun yang memang dianggap pantas menerimanya adalah institusi budaya seperti Kesultanan Palembang Darussalam. Bukan Lembaga Adat Sumatera Selatan. Hal ini berdasarkan pada nilai-nilai historis budaya bangsa yang telah menempatkan Kesultanan Palembang Darussalam sejak ratusan tahun lalu menjadi reflektor dan stimulator berbagai adat istiadat dan budaya yang multi etnisitas dalam wilayah Batanghari Sembilan yang kini menjelma menjadi provinsi Sumatera Selatan dan provinsi Bangka Belitung.

Saat ini adat istiadat, tradisi dan identitas bangsa sesungguhnya memiliki peran strategis dalam kehidupan nasional berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena adat istiadat masyarakat merupakan modal bangsa kita dalam menentukan corak pergaulan bangsa kita dengan bangsa lain. Sehingga tepat apa yang ditegaskan pada ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, Dan Lembaga Adat Dalam Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Daerah menjelaskan bahwa Lembaga Adat adalah organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta pengembangan adat dan budaya. Dalam hal ini, konteks pelestarian dan pengembangan adat dan budaya adalah adat dan budaya daerah di Sumatera Selatan yang meliputi kompilasi adat dan budaya di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Selatan yang menggambarkan identitas kesatuan adat istiadat masyarakat Sumatera Selatan yang multi etsinisitas warisan adat istiadat dan budaya Kesultanan Palembang Darussalam.

BANGKA BELITUNG

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/desa_nelayan_kurau.jpghttp://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tarian%20bangka.jpghttp://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/thumb_pantai_parai_tenggiri.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/translate.png

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P.Pongok, P. Mendanau dan P.Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antaretnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj.Gubernur yakni H.Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi.

Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatra Selatan.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tarian%20bangka%20b.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/rumah%20limas%20bangka.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/adat%20bangka%20b.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tenun%20cual.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/thumb_pantai_matras.jpg

Kesenian Tari

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tarian%20bangka%20b.jpg

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

Tari Tepulut

3546

2

Tari Tincak Gambus

3732

3

Tari Campak

3055

Bottom of Form

Tari Tepulut

BANGKA BELITUNG - Kesenian Tari

Tari Tepulut

Berasal dari kepulauan Bangka Belitung

Tari Campak

BANGKA BELITUNG - Kesenian Tari

Tari Campak merupakan tarian dari daerah Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari ume (kebun).

Tari ini digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tarian ini berkembang pada masa pendudukan bangsa Portugis di Bangka Belitung. Hal ini bisa dilihat dari beberapa ragam pada tari Campak antara lain akordion dan pakaian pada penari perempuan yang sangat kental dengan gaya Eropa.

Rumah Adat Masyarakat Belitung

BANGKA BELITUNG - Arsitektur Tradisional

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/rumah%20limas%20bangka.jpg

Arsitektur Tradisional - Rumah Adat Masyarakat Belitung (Belitong/Biliton)


Kehidupan masa kini Belitong adalah bagian dari masa lalunya, sejarah telah mengantarkannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kebudayaan yang lebih luas. Kebudayaan masa lalunya; adanya kerajaan yang berdaulat, oleh raja yang memimpin rakyatnya dengan arif dan bijak selama turun-temurun.

Itu memaknai bahwa sistim kepemimpinannya memakai garis-garis haluan hukum yang adil hingga kemudian tatanan kebudayaan dan peradaban itu dirusak oleh penjajah Belanda yang ingin menguasai kekayaan timahnya. Peradaban Melayu Belitong yang tercermin dalam peninggalan sejarah serta yang tertanam dalam pemikiran dan kesahajaan masyarakatnya; bahasa, rumah, matapencaharian, pemeliharaan hutan, tradisi ritual, kerukunan, dan lain sebagainya merupakan cermin dari sejarah masa lalunya yang arif.

Pengetahuan ini tentu belum menjadi milik umum Bebarapa bagian tulisan yang diturunkan lewat media ini adalah substansi dari sejarah yang pernah ada dan kini masih tersimpan dalam ingatan para sepuh dan manuskrif yang pernah ditulis pada tahun 1937 oleh pendahulu mereka yaitu K.A. Haji Abdul Hamid, karenanya Penulis amat berterima kasih sedalamnya kepada seluruh keluarga besar Kerukunan Keluarga Cakraningrat, serta ketua Sepuh Adat Keluarga Besar Cakraninggrat, Datuk Mpu K.A. Idris Alie.

Rumah adat merupakan identifikasi mutlak sebagai sebuah perwujudan identitas budaya dan kebudayaan sebuah bangsa; etnik yang menempati sebuah kawasan yang mempunyai garis tegas tentang perangkat adat untuk mengatur wilayah adatnya. Maka rumah adat bukan hanya sebagai perangkat pemersatu; tempat bertemu, membahas segala persoalan yang menyangkut tentang kehidupan baca berkebudayaan; norma, hukum, ekonomi, politik, kesenian, bahkan adat istiadat atau tradisi keseharian, bahkan menyangkut hal yang bersipat insidentil seremonial.

Tetapi lebih daripada semua itu, ia sebagai tempat sublimasi bagi generasi muda; pada masa lampau semua tentang pengajaran agama di ajarkan di sana. Rumah adat seperti yang diidentifikasikan tersebut sudah pernah ada di wilayah adat Belitong. Rumah adat tersebut dibangun oleh para kepala adat wilayah Belitong yaitu para Depati yang memerintah pada tiap-tiap zamannya.

Seperti kita ketahui bahwa pemerintahan yang pertama di Belitong ada di kawasan Balok (Belantu) yang di kenal dengan Kerajaan Balok Lamak, pemerintahan di kawasan itu di perintah oleh Kiai Mas'ud atau dikenal juga dengan sebutan Kiai Gegedeh Ya'kob yang merupakan keturunan langsung Bupati Mataram pertama (Kiai Gede Pamanahan 1546-1582) yaitu Kiai Mas'ud atau sebagai Depati Cakraningrat I (pertama) dan kemudian menurunkan trah sampai kepada Depati cakraningrat ke IX (Depati yang memerintah di Kota Tanjung Pandan mulai dari Depati Rahad sebagai Depati Cakraningrat ke VIII hingga Depati Endek sebagai Depati terakhir atau ke X) Rumah adat tersebut selalu dibangun tidak jauh dari rumah tinggal Depati yang memerintah pada masanya.

Karenanya di masa-masa terakhir pemerintahan para depati Cakraninggrat atau sebelum peran Depati selaku pimpinan yang berperan secara adat "dilenyapkan" oleh pemerintah Kolonial Belanda, rumah adat yang terakhir tersebut ada di jantung kota Tanjung Pandan berdiri di dekat mesjid Jami' Kota Tanjung Pandan dengan sebutan Rumah Gede.

Rumah Gede tersebut setelah ketiadaan pemerintahan Depati (pemerintahan yang diatur secara adat menurut aturan kerajaan yang turun temurun) Maka pemerintah Belanda mengangkat orang yang dianggap bisa diarahkan dan dikendalikan oleh Penguasa Belanda (sejak pemerintahan Depati K.A. Rahad, Trah keluarga Kerajaan sempat dipinggirkan oleh Belanda dengan politik adu domba yang dikenal dengan sebutan Devide Et Invera dan Depati K.A. Rahad tidak mendapat mengakuan oleh Belanda.

Pada tahun 1826 belanda menempatkan Pangeran Syarif Hasyim dari Palembang. Pemberontakan meletus dan Pangeran Syarif Hasyim meningal dunia, kemudian tahun 1837 Belitung di pimpin oleh Mas Agus Asik dari Pulau Lepar sampai tahun 1838 dan kemudian kekuasaan diserahkan kembali kepada Depati Rahad dan ia baru dilantik dengan gelar Cakraninggrat ke VIII pada 1juli 1838 hingga meninggal dunia tahun 1854.kedian digantikan oleh adiknya K.A. Mohamad Saleh Untuk mengurangi pengaruh Depati terhadap rakyatnya, pada tahun 1873 pangkat Depati dihapus oleh Belanda.

Sedang pada tahun 1879 hingga tahun 1890, pangkat Depati diadakan kembali oleh Belanda dan Belanda mengangkat K.A. Endek yaitu keponakan yang juga menantu dari K.A. Mohamad Saleh dengan gelarDepati Cakraningrat ke X. gelar ini tidak diakui oleh rakyat karena pemberian Belanda) Rumah Adat Masa Lalu Pada masa kolonial Belanda, peran rumah adat di Belitong menjadi kurang berfungsi karena campur tangan Belanda dalam menentukan kebijakan Depati selaku pemegang keputusan adat terhadap rakyatnya bahkan Belanda serlalu campur tangan dalam menentukan Kekuasaan Depati; hingga keputusan depati selalu tidak dibahas diam-diam tidak di rumah adat. (Perlu ditegaskan hukum adat, adalah hukum yang juga mencakup hal ihkwal keseharian, seperti tradisi perniagaan, pertanian, mengolah hasil alam; hutan dan pertambangan timah) sudah dikacaukan oleh Belanda karena Belanda menginginkan keuntungan secara ekonomi.

Sedang perihal adat yang menyangkut tradisi ritual seperti memang tidak dicampuri oleh Belanda, seperti adat perkawinan dan perayaannya atau begawai, adat selamatan anak yang lahir, adat selamatan kampong, adat selamatan tahun. Rumah adat atau Rumah Gede tersebut sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena Belanda telah mengintervensi segala kebijakan Depati yang di akui oleh rakyatnya dengan berpegang pada adat, yaitu hukum tradisi sejak kerajaan pertama didirikan.Tetapi rumah adat yang ada di kota Tanjung Pandan tetap berdiri hingga akhir tahun 1950.

Fungsi rumah adat atau rumah gede tersebut setelah era kemerdekaan hanya dimanfaatkan sebagai tempat mengaji atau belajar membaca alquran oleh masyarakat setempat. Kemudian musnah dikarenakan tidak adanya lagi perhatian, baik dari pihak pemerintah maupun pihak keluarga Depati. Fungsi esensial rumah adat di zaman Belanda sudah ditiadakan, seiring dengan peran Depati yang sudah dipinggirkan oleh Belanda.

Tetapi rumah adat sebagai alat pemersatu tempat para tetua bermusayawarah dan mufakat, tempat kesenian digelar, tempat bermacam tradisi adat digelar, tentu tidak terkikis habis dalam pikiran tiap anak negeri Belitong. Karena itu sebagai anak negeri yang merdeka dari kungkungan penjajah, anak negeri yang mau membangun dan memfungsikan Rumah Adat itu kembali guna disesuaikan dengan kebutuhan masa kini, perlu kita dukung dengan sepenuh hati. karena ia tidak hanya sebagai simbol sebuah eksistensi sebuah negeri yang beradat tapi lebih dari itu, sebagai barometer kedepan; bahwa spirit anak negeri tidak semata dibangun dengan materi sebagaimana yang di anut oleh paham hedonisme masa kini.

Fungsi rumah adat Belitong untuk masa kini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan kebudayaan saat ini. antara lain tidak hanya sebagai simbolisasi kenegerian (bahwa wilayah Belitong adalah wilayah adat yang otonom, pernah ada kerajaan dan pemerintahan yang pada masanya ada hukum adat yang mengatur segala norma kehidupan atau penghidupan masyarakatnya) tetapi juga rumah adat tersebut akan berfungsi sebagai objek studi, wisata, rumah pergelaran kesenian, pergelaran adat tradisi, bahkan sebagai rumah duta di mana para sesepuh adat; pemimpin negeri, penghulu adat, pemangku adat dari luar wilayah adat dapat saling bersitalurahim dengan takzim.

Sebagai objek studi dan wisata, tentu kita akan mendapat gambaran yang realistis tentang sejarah yang pernah ada, sementara yang sudah tertanam di dalam pemikiran sebagian masyarakat bahwa sejarah Belitong hanya ada tergolek pada benda-benda sejarah di museum kota Tanjung Pandan dan museum Badau. Tentu itu hanya sebagian kecil dari pernak-pernik sejarah. Bagaimana sejarah lainnya, seperti tradisi pemerintahannya dari masa ke masa, tradisi keseniannya, tradisi adat istiadat lainnya.

Replikasi dan pergelaran yang menyangkut hal ikhwal kebudayaan tersebut bisa di gelar di rumah adat tersebut. Spirit Rumah Adat Membangun rumah adat yang refresentatif tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan meski pemerintah memberikan dukungan penuh karena rumah adat erat kaitannya dengan masa lalu yang sudah menjadi sejarah, bukan saja sejarah adatnya tapi juga peran dari para keluarga depati selaku pewaris pelaksana adat sebagaimana yang telah diturunkan oleh para nenek moyang terdahulu.

Dan tak kalah pentingnya adalah bahwa masyarakat mesti menerima ini sebagai sebuah kekayaan negeri, sebuah eksotisme yang tak dimiliki wilayah lain; bahwa Belitong merupakan sebuah wilayah yang bersatu secara adat; bahasa melayu Belitong yang sampai kini tetap terjaga di hampir setiap sudut manapun di wilayah Belitong, kerukunan masyarakat, kemufakatan antarwilayah, masyarakat yang rendah hati, kearifan lokal terhadap lingkungan alam. (Pembabatan hutanoleh pengusaha adalah cerita lain yang tak terpungkiri) sebagai rakyat asli akan berpikir seribu kali untuk menghianati kearifan lokal, kecuali ia betul-betul penghianat dan tak tahu adat!

Eksotisme yang telah tumbuh secara adat turun temurun; tradisi lokal begalor, bertani, melaut, berburu, bebanjor, nirok, nanggok, dan mengekploitasi hasil hutan, setidaknya kini masih ada dalam sisa ingatan orang-orang Belitong moderen tetapi masih dilakukan sebagian masyarakat di desa-desa tradisional Belitong. Kearifan lokal, eksotisme adat, bahasa melayu Belitong; adalah spirit yang terbangun sejak kerajaan dengan pemimpinnya yang bijak. Ketentraman Belitong akan selalu terjaga jika tidak dirusak oleh orang-orang yang tahu adat Belitong.

Perlu dicatat kerendahhatian Masyarakat Belitong terhadap siapa pun, orang manapun. adalah cerminan dari turunan terdahulu. (sejarah mengingatkan; masuknya Kiai Mas'ud atau Kiai Gegedeh Ya'kob dari Kerajaan Mataram abad ke 15 dan kemudian menaklukan kerajaan kecil yang masih menganut hindu di Belitong) bukan semata ia haus kekuasaan tapi lebih dikarenakan ia hanya ingin hidup tentram bersama rakyatnya! Akar ketentraman adalah kearifan.

Karenanya selama pemerintahan turunan Cakraningrat di Belitong tidak pernah terjadi pertumpahan darah karena perebutan kekuasaan dan penghianatan. Kecuali adanya hegemoni dari pihak luar sekitar tahun 1755 (masuknya Tengku Akil dari kerajaan Siak untuk menguasai Belitong dan kemudian membunuh Raja K.A. Mohamad Hatam atau Cakraninggrat ke VII yang berkedudukan di Hulu Sungai Cerucuk) hingga kemudian anaknya K.A Rahad meski membuat pertahanan di muara Suangai Cerucuk dan mendirikan kerajaan baru yang kini menjadi kota TanjungPandan.

Sebuah rumah adat mesti memiliki aura atau ruh yang menjaga keagungan dan keanggunannya baik secara fungsional maupun visional. Dalam hal ini tentu tidak akan dibangun hanya semata berdasarkan pada keinginan atau pemenuhan pada infrastruktur yang lazim sebagaimana kita membangun kebutuhan sarana publik karena ia memiliki semacan aura yang tegas!.Pada masa dulu munculnya aura ini karena ada wibawa raja dan kesetiaan rakyatnya. Maka sebuah rumah adat masa dulu sebagai sebuah rumah dimiliki secara komunal untuk kepentingan bersama dibawah aturan adat dan wibawa raja hingga rumah tersebut menjadi terjaga dan terpelihara.

Namun ketika kini akan diwujudkan dalam masa yang berbeda tetapi aura dan ruh yang akan tertanam teentu akan menjadi berbeda namun tingkat kecerdasan masyarakatlah yang akan mendukung aura tersebut bahwa mereka adalah pewaris dan pemelihara kekayaan eksotis tersebut. Hal itu tentu mesti memperhatikan spirit yang pernah ada bahkan hingga kini spirit itu masih tersimpan sebagai pusaka adat; baik itu yang bersipat pemikiran (keturunan dari pelaksana atau pemangku adat), materi (benda-benda pusaka), atau aturan adat (baik tertulis maupun lisan yang diwariskan secara turun temurun baik di masyarakat maupun di keluarga depati) Bentuk Fisik dan fungsi Rumah Adat Bentuk fisik rumah adat Belitong sangat sederhana, merupakan rumah Panggong; rumah yang ditopang tiang dengan bahan kayu pilihan terbaik. Kesemua bahan bangunan terbuat dari kayu sampai ke atapnya yang disebut dengan atap sirap bangunan terbagi menjadi tiga bagian; ruang teras, ruang tengah atau utama, ruang penyangga, dan ruang belakang.Ruang teras merupakan ruang publik; seperti layaknya ruang santai jadi hal-hal yang tidak begitu penting bisa dibicarakan di sini, bahkan ketika para petinggi kerajaan menonton pertunjukan di halaman Rumah Gede akan selalu duduk di sini.

Ruang utama adalah ruang besar yang bisa menampung banyak orang, tidak memilikisekat atau kamar, tetapi ada partisi artistic sebagai sekat sementara berguna untuk bersalin pakaian dan lain-lain.ruang utama ruang yang selalu terjaga. Ruang perantara selalu ada tangga di sisi kiri dan kanannya, dan ada air wudhu yang di tempatkan di dalam tempayan atau guci. Ruang ini bukan hanya sebagai penghubung antara ruang belakang dan ruang utama, tapi dipakai juga sebagai pintu darurat jika para tamu mau ke toilet karena secara adat kesopanan tidak diperkenankan melewati pintu depan. Pintu depan atau utama hanya boleh dipakai untuk datang dan pulang.

Dan ruang penyangga juga berfungsi sebagai ruang pengatur atau pengarah acara; antara keperluan para majelis yang sedang bermusyawarah di ruang utama dengan keperluan seperti pengaturan konsumsi di ruang belakang, karena makanan para majelis mesti aman dari berbagai ancaman dan keamanan. Ruang belakang merupakan tempat menyimpan semua perkakas keperluan rumah adat dan kepentingan majelis; misalnya rehal untuk meletakkan alquran, tikar untuk sholat,dan lain-lain,bahkan peralatan makan-minum, peralatan sirih pinang, Dan yang terakhir tentu saja toilet yang terletak terpisah dari bangunan utama, ia ada di belakangbangunan utama.

Halaman rumah adat relative lebih luas, selalu dipakai sebagai ruang pertunjukan, tempodulu pertunjukan yang digelar antara lain seperti pencaksilat, beripat rutan, beregong,becampak, musik gambus, tari-tarian, dan lain sebagainya

Kain Tenun Cual

BANGKA BELITUNG - Kain Tenun Bangka

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tenun%20cual.jpg

Kain Tenun Cual pada dasarnya adalah kain tenun seperti songket, dengan warna-warna cerah dan menyalah khas kain tradisional melayu. motif yang ada juga hampir mirip dengan kain songket palembang tetapi lebih luwes dan memiliki banyak lengkungan serta selalu dihiasi motif flora dan fauna. Motif Kembang Kenanga adalah motif asli khas Bangka yang merupakan karya dari nenek moyang kita dulu yang tetap kita lestarikan hingga sekarang. ada sembilan motif cual yang kini telah dipatenkan yakni, Kembang Kenanga, Bebek dan K.Sumping, Ubur-ubur, Merak, Gajah Mada 2003, K.Setangkai dan K.Rukem, Bebek Setaman, K.Rukem Berantai dan K. Setaman.

Proses tenun dan pembuatan kain cual sangat rumit. Kemudian bahan-bahannya pun terbilang mahal, sebab ada corak benang emas seberat 18 karat yang diikatkan di kain tenun cual.KAIN cual merupakan kain adat kebanggaan Babel. Kain ini berfungsi sebagai pakaian kebesaran di kalangan bangsawan, pakaian pengantin, pakaian yang dipakai pada hari kebesaran dan acaraacara adat lainnya. Kain ini merupakan hasil tenunan dengan warnawarni yang cerah dan menyala khas tradisional Melayu. Kain ini begitu halus serta dihiasi dengan motif flora dan fauna. Warna celupan benangnya tak berubah dan beragam kembangnya akan timbul jika dipandang dari kejauhan. Bahan dasarnya antara lain, polyster, sutra dan katun, serat kayu dan benang emas. Proses produksinya ada yang secara massal dan secara manual. Kain cual merupakan peninggalan leluhur warga Babel.

Bagi yang sudah terampil pada usaha kerajinan tenun cual, pengrajin biasanya bisa menyelesaikan pekerjaan ratarata satu minggu untuk satu produk kain. Sementara bagi pengrajin pemula butuh waktu sekitar satu bulan untuk ukuran kurang dari dua meter.

Kain tenun cual ini merupakan hasil tenunan yang biasanya dikerjakan oleh kaum wanita untuk mengisi waktu luang mereka. Dengan warna khas yang cerah dan menyala ciri budaya melayu. Kain ini dibuat begitu halus sehingga nyaman untuk digunakan dengan berbagai motif flora dan fauna seperti gambar bunga mawar, teratai, nanas, burung, ikan, kupu-kupu dsb. Warna celupan benangnya tidak berubah dan beragam coraknya akan timbul jika dipandang dari kejauhan. Bahan dasarnya antara lain ; polyster, sutra, katun, serat kayu dan benang emas.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/tenun%20cual1.jpg

Proses produksi kain tenun cual saat ini ada yang secara massal yaitu dengan cara dicetak dan ada juga yang diproduksi secara manual dengan cara ditenun. Bagi yang sudah terampil pada usaha kerajinan tenun cual, pengrajin biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk satu produk kain. Sementara untuk pengrajin pemula membutuhkan waktu lebih kurang sekitar satu bulan untuk menghasilkan kain ukuran kurang dari dua meter.

Soal harga kain tenun cual sangat bervariatif tergantung kualitas dari kain tersebut dan jumlah benang yang digunakan. Untuk kualitas nomor satu biasanya menggunakan satu helai benang sehingga pengerjaannya lebih lama namun kualitas yang dihasilkan sangat memuaskan yaitu kain lebih halus. Untuk kualitas kain tenun nomor satu harga yang ditawarkan mulai dari Rp.7 juta hingga Rp.18 juta sedangkan kualitas nomor dua sekitar Rp.2,5 juta hingga Rp.5 juta ke atas, untuk kelas nomor tiga harga berkisar Rp.1,2 juta sampai Rp.1,8 juta. Jika anda berkunjung ke pulau Bangka jangan lupa membeli oleh-oleh kain tenun khas Bangka untuk keluarga, kerabat maupun sahabat anda.

Desa Nelayan Kurau

BANGKA BELITUNG - Tujuan Wisata

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/BangkaBelitung/desa_nelayan_kurau.jpg

Desa Nelayan Kurau

Desa Nelayan Kurau terletak di pesisir pantai yang menghadap ke pulau Ketawai masih berada di kecamatan Koba, desa nelayan Kurau berjarak kurang lebih 20 Km dari Pangkalpinang. Di Desa Kurau ini, kehidupan masyarakat nelayan yang umumnya dari keturunan bugis. Pada pagi hari, ketika sang surya baru menampakkan sinar redup yang kemerahan, suasana sangat tenang. Pada siang hari banyak warga Kurau menjajahkan hasil tanggkapan yang mereka peroleh, seperti kepiting, ikan dan lain-lain yang masih segar, yang bisa di beli di sepanjang pinggir jalan raya, tidak jauh dari jembatan Kurau. Bila anda adalah orang yang memiliki hobi menyelam atau menjelajah, desa ini adalah tempat yang cocok untuk anda datang karena disini terdapat perahu-perahu nelayan yang dapat disewa untuk anda menyelam menikmati keindahan alam bawah laut atau bahkan melancong ke pulau-pulau kecil lepas pantai.

LAMPUNG

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/lampung.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/translate.png

Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatra Selatan.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/tari%20sembah%20lampung.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/tenun%20tapis%20lampung.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/ars%20lampung%20lamban-pesagi%201.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/adat%20pepadun%20lampung.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/wisata%20lampung.jpg

Kesenian Tari

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/tari%20sembah%20lampung.jpg

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

Tari Bedana

4563

2

Tari Sembah Lampung

7118

3

Tari Ngelajau

2925

4

Tari Melinting

6044

5

Tari Jangget

8076

Bottom of Form

Tari Bedana

LAMPUNG - Kesenian Tari

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/tari%20bedana%20lampung.jpg

Tari Bedana

Tari Bedana adalah tari muda/i Lampung. Tarian ini biasa dibawakan oleh pemuda/i dalam acara2 adat dan acara2 yang tidak resmi sebagai ungkapan rasa gembira.

Tari Sembah Lampung

LAMPUNG - Kesenian Tari

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Lampung/tari%20sembah%20lampung.jpg

Tari Sembah Lampung

Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang terkenal adalah Tari Sembah.Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut dan memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual penyambutan, tari sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung.

MALUKU

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/maluku2.jpg

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/translate.png

Maluku adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara, dengan ibukota di Sofifi. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku.

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Maluku/baileu-maluku-traditional-house1.jpg

Kesenian Tari

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

Tari Daerah Maluku

8033

2

Tari Ronggeng Tradisional

2258

3

Tari Tifa

3455

4

Tari Saureka-reka

2639

5

Tarian dabus

2120

6

Tari Poco Poco

2307

7

Tari Sarinande

2070

8

Tari Kipas Kai Maluku

2198

9

Tari Sosoi

2151

10

Tari Timba Ulur/Tari Obor

1986

11

Tari Katereje Lompat Gaba-Gaba

1898

12

Tari Cakalele

3035

13

Tari Lenso

5214

Bottom of Form

Tari Daerah Maluku

Tari Katreji

Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah tamah

Tari Dansa Tali

Tari dansa tali merupakan tarian dansa yang menggunakan tali. Tarian tersebut merupakan peninggalan seni budaya dari penjajah bangsa Portugis.

Tari Orlapei

Tari orlapei merupakan salah satu peninggalan seni budaya dari Portugis yang berfariasi.

Tari Sau Reka-Reka

Tari sau reka- reka atau disebut juga tari gaba-gaba. Menggunakan gaba-gaba yang berjumlah 4 buah yang dipukul sebagai alunan musik dalam tari ini, mulai dari tempo yang lambat sampai cepat.

Tari Bambu Gila

Tari bambu gila sebenarnya diangkat dari permainan tradisional yang mempunyai kesakralan dan magis yang nyata terjadi dalam memainkannya, kemudian gerekan-gerakan pada permainan tersebut dirangkai menjadi suatu bentuk tarian yang menarik.

Arsitektur Tradisional

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Maluku/baileu-maluku-traditional-house1.jpg

Top of Form

Filter Judul

Ditampilkan #

#

Judul Artikel

Kunjungan

1

RUMAH ADAT MALUKU (Baeleo)

9354

Bottom of Form

RUMAH ADAT MALUKU (Baeleo)

MALUKU - Arsitektur Tradisional

http://wahana-budaya-indonesia.com/images/stories/Maluku/baileu-maluku-traditional-house1.jpg

RUMAH ADAT MALUKU (Baeleo)


Jika anda memasuki satu desa atau kampung di Maluku, salah satu hal yang segera nampak menonjol adalah satu bangunan yang berbeda dengan kebanyakan rumah penduduknya. Bangunan ini biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik, dan dihias dengan lebih banyak ornamen. Karena itu, bangunan tersebut biasanya sekaligus juga merupakan marka utama (landmark) kampung atau desa yang bersangkutan, selain mesjid atau gereja.Bangunan itu adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus tempat seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Maluku, disebut sebagai “Baileo”, secara harafiah memang berarti “balai”. Baileo Maluku menggunakan istilah “baileo” sebagai namanya, karena memang dimaksudkan sebagai “balai bersama” organisasi rakyat dan masyarakat adat setempat untuk membahas berbagai masalah yang mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.

Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut adalah Balai Adat. Baileu atau Balai Adat inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan. Sembilan tiang di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi kiri dan kanan merupakan lambang Siwa Lima, simbol persekutuan desa-desa di Maluku yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu.



Dalam memperkenalkan daerahnya menampilkan bangunan Bailem dan rumah Latu atau rumah raja. Bertindak sebagai sreitek adalah Kepala adat di seluruh daerah Maluku, dan dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 April 1975. Bangunan Bailem ini merupakan satu-satunya bangunan peninggalan yang menggambarkan kebudayaan siwa-lima, karena itulah dipilih sebagai bangunan yang dapat mewakili daerah propinsi Maluku. Di samping kedua bangunan tradisional tersebut, anjungan Maluku dilengkapi dengan dua buah patung pahlawan wanita Martha Christina Tiahahu dan patung pahlawan Pattimura atau Thomas Matulessy, sebuah kolam yang menggambarkan kebon laut Maluku, dan patung proses pengolahan sagu.

Bangunan bailem sebagai bangunan induk aslinya tidak berdinding dan merupakan rumah panggung, yakni lantainya tinggi di atas permukaan tanah. Adapula bailem yang lantainya di atas batu semen dan bailen yang lantainya rata dengan tanah. Di antara ketiga macam bailen ini yang paling lazim dan paling khas adalah yang lantainya dibangun di atas tiang. Jumlah tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada di desa tersebut. Bailen ini tidak berdinding mengandung maksud roh-roh nenek moyang mereka bebas masuk keluar bangunan tersebut. Sedang lantai bailen dibuat tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh nenek moyang tersebut lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa itu. Selain rakyat akan mengetahui bahwa permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas.

Di depan bailen di dekat pintu masuk dan beilen terdapat pamali yang berfungsi sebagai tempat persembahan dan bilik pamali sebagai tempat penyimpanan atau tempat meletakkan barang-barang yagn dianggap suci pada saat diadakan upacara. Bentuk bailen yang ada di Taman Mini Indonesia Indah adalah bentuk bailen yang terakhir atau yang baru yang melambngkan persatuan atau persekutuan antara dua klen besar di Maluku yaitu Pata Siwa dan Pata Lima. Hal ini melambangkan jumlah pada tiang bailen di bagian muka dan belakang berjumlah 9 yang sama dengan siswa dan samping kiri dan kanan berjumlah 5 yang sama dengan lima. Akhir kata siwa lima mampunyai arti baru yaitu: Kita semua punya dan menjadi lambang persatuan daerah Maluku.

Fungsi dari Bailen adalah untuk tempat bermusyawarah dan pertemuan rakyat dengan dewan rakyat seperti saniri negeri, Dewan adat dan lain-lain. Jadi sistem demokrasi sudah dikenal oleh rakyat lima-siwa sejak dulu. Yang boleh disimpan dalam bailen berupa benda-benda yang dianggap suci dan ada hubungan dengan upacara adat. Selain itu juga terdapat satu buah atau musyawarah antara rakyat dan saniri neheri dan tua-tua adat.

Adat Istiadat - Budaya

Perkawinan Masuk Minta

MALUKU - Adat Istiadat - Budaya

Perkawinan Masuk Minta


Adalah hubungan pertunangan antara kedua calon pasangan suami – istri telah diketahui oleh orang tua kedua belah pihak dimana usia mereka telah cukup dewasa dalam bertunangan ( berpacaran ).

Pada umumnya orang tua dari keluarga laki-laki sebelum terjadi mereka akan berunding untuk menentukan waktu perkawinan dengan jelas “ masuk minta “ calon pengantin perempuan yang didahului dengan sepotong surat dan disampaikan oleh keluarga laki-laki dengan waktu yang telah ditentukan untuk masuk minta calon pengantin perempuan. Setelah adanya persetujuan dari keluarga perempuan bahwa mereka setuju untuk menerima kunjungan dari keluarga laki - laki, maka keluarga laki -laki mulai berunding untuk menentukan waktu masuk minta perempuan. Dalam suatu pertemuan bersama sekaligus menentukan waktu perkawinan dan acara-acra lainnya yang jatuh pada waktu itu.

Setelah tanggal perkawinan telah ditentukan kedua belah pihak, dimana ada acara antar pakaian pengantin yaitu dari pihak lelaki ke perempuan tiga hari sebelum perkawinan, setelah itu balasan antar pakaian pengantin dari pihak perempuan ke pihak lelaki.

Acara perkawinan dimulai pada tanggal yang telah ditentukan dimana acara perkawinan berlangsung pagi atau sore hari atas hasil persetujuan bersama, dimana sebelum perkawinan terjadi kedua calon pengantin telah melaporkan atau mendaftar pada instansi pemerintah ( Kantor Catatn Sipil Kota Ambon ) dan melaporkan diri pada gereja yang akan melangsungkan perkawinan.

Melalui gereja ada bimbingan nasihat kepada kedua calon pengantin yang dihadiri oleh kedua saksi.

Acara perkawinan berlangsung dimana pasangan lelaki berserta keluarganya akan mengambil pasangan perempuan sesuai dengan waktu yang ditentukan dan dilanjutkan denga acara di gereja lewat ibadah bersama dimana acara pemberkatan nikah oleh pendeta sekaligus acara peretukaran cincin oleh kedua mempelai.

Setelah acara ibadah gereja selesai dilanjutkan dengan acara pengukuhan perkawinan oleh Pemerintah Kota ( Kantor Catatan Sipil Kota Ambon ) setelah selesai dilanjutkan mengantar pengantin ke rumah perempuan dengan acara resepsi tersendiri kemudian dilajutkan dengan kerumah pengantin lelaki dengan acara resepsi ( acara dansa dll ).

Tetapi dizaman modern ini perkawinan kedua mempelai terjadi perubahan acara resepsi biasanya digabungkan pada resepsi di gedung – gedung untuk sekali saja.

PAKAIAN PENGANTIN PEREMPUAN

Terdiri dari :

1. Baju modern berwarna putih, berlengan panjang dari kain brokar yang harus dan ada variasi motif renda kecil.

Baju ini motif baju cele leher bundar terbelah pada leher.
Pada bagian tangan kancing dari baju tersebut ditutup dengan ban tangan yang divariasi dengan manik - manik warna emas dan pada bagian kiri tersebut akan disisipkan lenso pinggang yang terbuat dari sisa kain jenis brokar tadi dan divariasi dengan renda : sedang yang dipegang oleh pengantin disebut lenso tangan terbuat dari kain putih yang dibordir.

2. Cole

Cole ini dipakai pada bagian dalam dari baju modern tadi.
Cole yaitu baju dalam atau lebih dikenal istilah kutang, yang dipaki/dikenakan sebelum memakai baju / kebaya. Cole ini berlengan panjang tapi ada juga yang berlengan sampai ke sikut dan pada bagian atasnya diberi renda. Cole ini terbuat dari kain putih sedangkan bagian belakang yang lebih dikenal dengan istilah belakang cole itu juga dibordir. Bagian depan cole ini memakai kancing.

3. Kain pengantin terbuat dari kain saten merah atau juga beludru merah.

Kain ini menarik karenadihiasi dengan manik - manik warna emas pada bagian kain tersebut, dan pada kaki dari kain tersebut diberi renda warna emas.

4. Tali kaeng

Tali kaeng diikat pada kain pengantin agar tidak terlepas. Pada kali kaeng ini juga diberi renda.

5. Mistiza

Mistiza ini berbentuk huruf U panjang ± 60 cm mistiza ini dipakai dari depan ke belakang, berwarna merah diberi manik - manik dan diberi renda emas
Memakai kalung motif mutiara besar
Anting – anting / giwang

6. Cenela

Cenela adalah sejenis slop yang dibuat dari kulit. Ujung slop atau bagian atas cenela dilapisi dengan kain beludru yang dihiasi oleh hiasan bunga-bunga kecil yang dinamakan Laborcis yang berwarna keemasan, dipakai dengan kaos kaki warna putih.

7. Sanggul

Sanggul dihiasi dengan sosoboko yaitu kembang lingkar konde yang disebut bunga ron yang dibuat dari papecede dengan 9 buah kembang goyang atau 7 buah sebagai lambing Patasiwa dan terbuat dari emas dan tusuk konde yang disebut nano-nano dan juga sisir konde / sanggul, berwarna keemasan.
Kalau pengantin yang masih gadis diberi renda hitam disebit pokis dibuat dari kain saten / renda gigi anjing.

PAKAIN PENGANTIN LAKI – LAKI

Pakaian lelaki terdiri dari :

1. Kebaya dansa

Kebaya dansa dipakai pada bagian luar berwarna merah, tanpa kancing berlengan panjang, dipakai hiasan renda, warna keemasan pada pinggiran kebaya dansa. Pada bagian kebaya dansa kain untuk kebaya dansa yaitu saten atau beludru merah.

2. Baniang Putih

Baniang putih dipakai pada bagian dalam dari kebaya dansa pakai kancing warna emas, dengan baniang leher bundar, kain yang dipakai adalah jenis kain saten.
Baniang juga berlengan panjang.

3. Band Pinggang

Band pinggang berwarna merah diikat pada bagian dalam dari kebaya dansa, pada pinggiran band pinggang dipakai renda keemasan dan variasi manik-manik emas.
Dipakai celana panjang hitam dan sepatu hitam.

Alat Musik Tradisional : Floit, Nafiri, Totobuang, Tifag, Tifa

Suku Bangsa

Maluku

Buru, Banda, Seram, Kei, dan Ambon